Temanggung-(11/10/24) Salah satu oleh-oleh berharga yang kami dapatkan dari salah satu santri senior Krapyak, Sewaktu kami berkunjung ke ndalem K.H.Shodiq Mubasyir Ngadirejo Temanggung adalah mengenai ngaji logika dan perbedaan manhaj berpikir para Ulama’ .
Sebagaiman beliau ceritakan sewaktu masih nyantri di Komplek H, saat itu beliau dan satu temannya baru saja mengikuti pengajian Kitab Minhajul Abidin yang diampu Kiyai Zaenal. Saat pulang menuju kompleknya, ditengah jalan sudah dicegat oleh Pak Yai Ali Maksum; kemudian keduanya ditanggap (ditanya-tanya) oleh Pak Yai Ali Maksum.
Pak Kyai Ali : Cung, tadi habis dari mana?
Kedua santri lantas menjawab : Saking ngaji kiai Zainal, Pak…!!!
Kyai Ali : Apa isi pengajiannya?
Kedua santri : larangan untuk makan menggunakan sendok porok (jawa: sendok dan garpu; dengan tangan kanan dan kiri), karena hal itu sama dengan memfasilitasi setan
Kyai Ali : ooo iyo tho? nek ngono besok disampekno ng Zainal, nek numpak sepeda ya ora oleh cekelan setang nganggo tangan loro; kiwo-tengen….
mergane kuwi uga memfasilitasi setan
(Ooh, iya kah? Kalau begitu besok disampaikan kepada kiai Zaenal: kalau naik sepeda juga tidak boleh pakai pegangan setang sepeda pakai dua tangan: kiri dan kanan…, karena itu juga memfasilitasi setan)
Kedua Santri : (saling pandang, kemudian sambil masih terbengong-bengong keduanya tetap mengiyakan komentar Kyai Ali Maksum) Nggih Pak !!!
Dalam hal ini Kyai Ali bukan bermaksud untuk membantah dan merendahkan pandangan Kiai Zaenal Abdiin Munawwir yang merupakan adik ipar sekaligus murid didikannya sendiri,
namun untuk memberikan ruang berpikir dan pandangan yang luas mengenai spektrum pemahaman ajaran agama Islam, bahkan dibeberapa kesempatan Kiai Ali Maksum juga memuji dan memberi gelar bagi adiknya tersebut sebagai “tiang/Pilar Penyangganya Syariat di Pondok Krapyak”
Disarikan oleh Bapak Ahmad Hanis Thoriq